TRADISI CORET BAJU DAN KONVOI PELAJAR

Ujian Nasional (UN) di tingkat SMA sederajat telah berakhir pada tanggal 6 April 2016. Namun masih banyak kisah dan cerita yang patut kita renungkan setelah berakhirnya Ujian Nasional 2016 tersebut.


Seperti di tahun – tahun sebelumnya, fenomena coret – coret baju dan konvoi masih mewarnai cerita para pelajar setelah pelaksanaan Ujian Nasional selesai di tahun ini. Coret – coret baju dan konvoi seolah – olah sudah menjadi tradisi bagi para pelajar yang telah menyelesaikan Ujian Nasional, walaupun belum ada jaminan apakah para pelajar tersebut Lulus atau Tidak Lulus.

Penulis sampai saat ini belum mendapatkan sumber yang pasti kapan sebenarnya tradisi coret – coret baju dan konvoi ini mulai dilaksanakan pertama sekali oleh para pelajar yang akan menamatkan proses belajarnya di masing – masing jenjang pendidikan. Namun berbagai pro dan kontra banyak menjadi perdebatan di kalangan masyarakat tentang tradisi ini.

Berbicara mengenai coret – coret baju, alasan yang paling sering muncul dari para pelajar adalah mereka ingin merayakan telah berakhirnya Ujian Nasional dan ingin membuat kenang – kenangan bersama teman – teman di masa SMA dengan mencoret seragam sekolah dan ditanda tangani itu menjadi hal yang paling menggembirakan dan sesuatu yang dinantikan mereka, walaupun kita tidak mengetahui seberapa lama sebenarnya seragam yang menjadi kenang – kenangan tersebut dapat bertahan di tangan si Pemilik.

Banyak kalangan yang membahas apakah tindakan dari para pelajar terebut benar atau salah, namun bagi penulis terkait benar atau salah sebenarnya sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada peraturan tentang larangan coret baju di kalangan pelajar diberlakukan. Kalaupun ada hanya sebatas himbauan dari sekolah.

Dengan demikian penulis merasa tidak ada benar atau salah apabila seorang pelajar melakukan coret – coret baju setelah Ujian Nasional berakhir. Tetapi kalau kita melihat dari sudut pandang aspek sosial dan nilai guna, saya merasa alangkah baiknya seandainya seragam tersebut disumbangkan kepada para adik – adik pelajar yang membutuhkan seragam, karena seperti yang kita ketahui masih banyak yang membutuhkan seragam sekolah, sehingga akan lebih bermanfaat dan berarti apabila seragam tersebut diberikan kepada mereka yang membutuhkan.

Konvoi juga sudah menjadi tradisi yang beriringan dengan coret – coret baju. Dimana biasanya para pelajar setelah coret – coret baju langsung berjalan mengelilingi jalan raya menuju tempat tujuan dengan membawa kendaraan secara beramai – ramai.

Mereka berkendara berombongan seolah ingin menunjukkan kegembiraan ketika mereka selesai melaksanakan Ujian Nasional. Tidak sedikit dari para rombongan tersebut yang tidak dilengkapi dengan alat kelengkapan kendaraan bermotor seperti helm, SIM dan lain – lain.

Tanpa mereka sadari sebenarnya tindakan konvoi yang mereka lakukan ada bahaya yang bisa saja terjadi bagi mereka dan pengguna jalan lain. Dan yang paling penting adalah mereka seharusnya sadar bahwa tindakan mengendarai kendaraan bermotor tanpa dilengkapi dengan alat kelengkapan kendaraan merupakan tindakan yang melanggar hukum.

Saya memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian yang telah serius untuk menertibkan kegiatan konvoi seperti ini. Sudah diawasi saja pelanggaran – pelanggaran ini masih saja terus terjadi, apalagi kalau tidak diawasi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kondisi lalu lintas pada saat itu.

Untuk itu saya sangat setuju apabila pihak kepolisian memperketat pengawasan terhadap seluruh pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor khususnya pada saat berakhirnya Ujian Nasional, sehingga bagi pengendara yang tidak mempunyai kelengkapan kendaraan bermotor dapat ditindak dengan tegas dengan memberikan hukuman yang sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.

"Hukuman adalah mencegah timbulnya tingkah laku yang tidak baik dan mengingatkan siswa untuk tidak melakukan apa yang tidak boleh," 

(Djiwandono 2008 : 144 )

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment